Oleh : Muhammad Yusuf
Sumber Gambar :
Baru
beberapa hari yang lalu kota Medan kembali berduka , sehari sebelum ulang
tahunnya yang ke 425 kota Medan di kejutkan oleh sebuah insiden jatuhnya
pesawat Hercules milik TNI AU di Jln Jamin Ginting Medan .
Dalam
peristiwa naas tersebut menurut informasi yang penulis peroleh dari televisi
sampai tulisan ini di perbuat jumlah korban mencapai 142 orang . Sangat
mengharukan karena dari total jumlah korban tersebut umumnya di dominasi oleh warga
sipil .
Peristiwa
ini mengingatkan kita semua akan sebuh peristiwa yang hampir serupa pada 10
tahun silam dimana ketika itu sebuah pesawat penumpang juga jatuh di pemukiman
warga tak jauh dari lokasi jatuhnya pesawat Hercules , dan dalam peristiwa tersebut sedikitnya 109 orang tewas dimana
tiga diantaranya adalah Gubernur Sumut Rizal Nurdin dan mantan Gubernur Sumut
Raja Inal serta anggota DPRD Sumud Abdul Haris (Harian Terbit .com ) .
Banyaknya
jumlah warga sipil yang menjadi korban dari peristiwa jatuhnya kedua buah
pesawat tersebut sejatinya merupakan
sebuah refleksi bagi kita semua kalau wilayah perkotaan bukanlah suatu tempat yang layak bagi sebuah landasan pesawat
terbang .
Dengan
di operasikannya sebuah lapangan udara di kawasan perkotaan tentunya ini
merupakan masalah pemilihan lokasi . Masalah pemilihan lokasi menjadi sangat rumit karena dalam kegiatanya , proses
pemilihan lokasi bandara udara harus memperhitungkan pengaruh serta
perkembangan daerah di sekitarnya .
Idealnya
bandara udara harus ditempatkan di sebuah lokasi yang dimana lokasi tersebut
jauh dari pemukiman penduduk , hal ini guna mengantisipasi terjadinya insiden – insiden penerbangan seperti jatuhnya
pesawat ke pemukiman .
Pemerintah
sebenarnya sudah sadar akan bahaya tersebut . Belajar dari insiden jatuhnya
pesawat Mandala pada 2005 semakin membulatkan tekad pemerintah untuk
memindahkan Bandara Polonia Medan ke Bandara Kualanamu Deliserdang yang
lokasinya sangat jauh dari pusat kota Medan .
Namun
kendati demikian pemerintah juga tidak boleh abai , pasalnya meskipun Bandara Polonia sudah di pindah ke
Bandara Internasional Kualanamu Deliserdang pada 2013 lalu , pada kenyataanya Pepres No . 62 tahun
2011 masih menetapkan eks Bandara Polonia sebagai kawasan strategis nasional
penerbangan . Atas dasar inilah maka eks Bandara
Polonia Medan di alih fungsikan menjadi Lapangan udara Suewondo yang notabennya
adalah pusat pertahanan udara milik
militer .
Bukan
hanya sekedar kecemasan akan jatuhnya pesawat yang sewaktu – waktu dapat
merenggut nyawa warga sipil . Dengan masih di tetapkannya kawasan eks Bandara
Polonia sebagai kawasan strategis nasional penerbangan mengakibatkan gedung – gedung pencakar langit sukar
untuk berkembang di kota Medan padahal sejatinya wilayah perkotaan merupakan sebuah pusat perekonomian yang di
hiasi oleh gedung – gedung pencakar langit yang megah dan menyajikan ketenangan
bagi orang – orang yang tinggal di dalamnya .
Oleh
karenanya sudah saatnya pembangunan
infrastruktur transportasi udara perlu di
benahi ulang . dan dalam penentuan lokasi inprastruktur transportasi berbeda dengan penentuan
lokasi bisnis yang dimana dalam proses penentuannya mengutamakan pemilihan
lokasi berdasarkan pengaruhnya terhadap biaya tetap dan biaya variable semata
.
Penentuan lokasi inprastruktur transfortasi udara sejatinya
harus mengutamakan kemanfaatan dan keselamatan warga masyarakat dalam proses pemilihan
lokasinya .
bukan malah mengutamakan keuntungan bisnis
sebagian orang . Sudah
seharusnya Bandara Suewondo eks bandara Polonia itu di relokasi ke tempat yang
jauh dari pemukiman masyarakat jika tidak maka warga sipil mana lagi yang harus
kita korbankan !!!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.