
Wali
nikah dibagi menjadi tiga katagori, yaitu :
- Wali Nasab
Wali nasab adalah orang-orang yang terdiri dari
keluarga calon mempelai wanita yang berhak menjadi wali menurut urutan sebagai
berikut:
- Pria yang menurunkan calon mempelai wanita dari keturunan pria murni (yang berarti dalam garis keturunan itu tidak ada penghubung yang wanita) yaitu: ayah, kakek, dan seterusnya ke atas.
- Pria keturunan dari ayah mempelai wanita dalam garis murni yaitu: saudara kandung, anaak dari saudara seayah, anak dari saudara kandung anak dari saudara seayah, dan seterusnya ke bawah.
- Pria keturunan dari ayahnya ayah dalam garis pria murni yaitu: saudarakandung dari ayah, saudara sebapak dari ayah, anak saudara kandung dari ayah, dan seterusnya ke bawah.
Apabila wali tersebut tidak beragama Islam sedangkan
calon mempelai wanita beragama Islam atau wali-wali tersebut di atas belum
baligh, atau tidak berakal, atau rusak pikiranya, atau bisu yang tidak bisa diajak
bicara dengan isyarat dan tidak bias menulis, maka hak menjadi wali pindah
kepada wali berikutnya. Umpanya, calon mempelai wanita yang sudah tidak
mempunyai ayah atau kakek lagi, sedang saudara- saudaranya yang belum baligh
dan tidak mempunyai wali yang terdiri dari keturan ayah (misalnya keponakan)
maka yang berhak menjadi wali adalah saudara kandung dari ayah (paman).
Secara sederhana urutan wali nasab dapat diurutkan
sebagai berikut:
- Ayah kandung,
- Kakek (dari garis ayah) dan seterusnya ke atas dalm garis laki-laki,
- Saudara laki-laki sekandung,
- Saudara laki-laki seayah,
- Anak laki-laki saudara laki-laki saudara sekandung
- Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
- Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki sekandung,
- Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki seayah,
- Saudara laki-laki ayah sekandung (paman),
- Saudara laki-laki ayah seayah (paman seayah),
- Anak laki-laki paman sekandung,
- Anak laki-laki paman seayah,
- Saudara laki-laki kakek sekandung,
- Anak laki-laki saudara laki-laki kakek sekandung,
- Anak laki-lakisaudara laki-laki kakek seayah.
- Wali Hakim
Wali hakim dalam sejarah hukum perkawinan di Indonesia,
pernah muncul perdebatan. Hal ini bermula dari sebuah hadis yang diriwayatkan
oleh Aisyah ra. Bahwa Nabi Muhammad bersabda sultan adalah wali bagi wanita
yang tidak memiliki wali. Pengertian sultan adalah raja atau penguasa, atau
pemerintah. Pemahaman yang lazim, kata sultan tersebut diartikan hakim, namun dalam
pelaksanaanya, kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan atau Pegawai Pencatat
Nikah, yang bertindak sebagai wali hakim dalam pelaksanaan akad nikah bagi mereka
yang tidak mempunyai wali atau, walinya adlal. Asal masalah yang utama seperti
termaktub dalam pasal 1 Huruf b KHI, adalah persoalan tauliyah al- amri. Apakah
cukup legitimasi yang dipegang oleh penguasa di Indonesia, dalam pendelegasian
wewenang tersebut, sehingga dengan adanya kewenangan yang dimaksud, berarti
sultan sebagai wali hakim pelaksanaanya sesuai hakikat hukum.
Adapun yang di maksud dengan wali hakim adalah orang
yang diangkat oleh pemerintah (MenteriAgama) untuk bertindak sebagai wali dalam
suatu pernikahan, yaitu apabila seorang calon mempelai wanita dalam kondisi
sebagai berikut :
- Tidak mempunyai wali nasab sama sekali. Walinya mafqud (hilang tidak diketahui keberadaanya)
- Wali sendiri yang akan menjadi mempelai pria, sedangkan wali yang sederajat dengan dia tidak ada
- Wali berada di tempat yang sejauh masafaqotul qosri (sejauh perjalan yang membolehkan sholat sholat qasar yaitu 92,5 km)
- Wali berada dalam penjara atau tahanan yang tidak boleh di jumpai.
- Wali adhol, artinya tidak bersedia atau
- menolak untuk menikahkanya.
- Wali sedang melaksanakan ibadah haji atau umroh
Apabila kondisinya salah satu dari tujuh point di
atas, maka yang berhak menjadi wali dalam pernikahan tersebut adalah wali hakim.
Tetapi di kecualikan bila, wali nasabnya telah mewakilakan kepada orang lain
untuk bertindak sebagai wali, maka orang yang mewakilkan itu yang berhak
menjadi wali dalam pernikahan tersebut.
- Wali Muhakam
Yang dimaksud wali muhakam ialah wali yang diangkat
oleh kedua calon suami isteri untuk bertindak sebagai wali dalam akad nikah mereka.
Kondisi ini terjadi apabila suatu pernikahan yang seharusnya dilaksanakan oleh
wali hakim, padahal di sini wali hakimnya tidak ada maka pernikahanya
dilaksanakan oleh wali muhakam. Ini artinya bahwa kebolehan wali muhakam
tersebut harus terlebih dahulu di penuhi salah satu syarat bolehnya menikah
dengan wali hakim kemudian di tambah dengan tidak adanya wali hakim yang semestinya
melangsungkan akad pernikahan di wilayah terjadinya peristiwa nikah tersebut.
Adapun caranya adalah kedua calon suami istri itu
mengangkat seorang yang mengerti tentang agama untuk menjadi wali dalam pernikahanya.
Apabila direnungkan secara seksama, maka masalah wali muhakam ini merupakan
hikmah yang di berikan Allah SWT kepada hamba-Nya, di mana Dia tidak
menghendaki kesulitan dan kemudaratan
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.