A.
Khulu’
1)
Pengertian Khulu’
Al-Khulu, dalam bahasa Indonesia disebut Gugatan cerai
atas kuasa istri dengan pembayaran ‘iwadl kepada suami. Kata Al-Khulu secara
bahasa arab diartikan dengan “melepas” dan‘iwadl berarti “pengganti,
imbakan, penebus”. Lalu digunakan untuk istilah wanita yang meminta
kepada suaminya untuk melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan
Allah sebagai pakaian. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman.“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian
bagi mereka”[Al- Baqarah : 187].
Sedangkan menurut pengertian syari’at, para ulama mengatakan dalam banyak defenisi, yang
semuanya kembali kepada pengertian, bahwasanya Al-Khulu ialah terjadinya
perpisahan (perceraian) antara sepasang suami-isteri dengan keridhaan dari
keduanya dan dengan pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya . Adapaun
Syaikh Al- Bassam berpendapat, Al-Khulu ialah perceraian suami-isteri dengan pembayaran
yang diambil suami dari isterinya.
2)
Hukum AL-Khulu’
Al-Khulu disyariatkan dalam syari’at Islam berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya
khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum- hukum Allah, maka
tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka
itulah orang-orang yang zhalim’ [Al-Baqarah : 229]
3)
Ketentuan Hukum
Al-Khulu
Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah
Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut.
·
Mubah
(Diperbolehkan).
Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal bersama
suaminya karena kebencian dan takut tidak dapat menunaikan hak suaminya
tersebut dan tidak dapat menegakkan batasan-batasan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam
ketaatan kepadanya, dengan dasar firman
Allah Subhanahu wa Ta’ala. “Jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami-isteri)
tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya” [Al-Baqarah :
229]
Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam masalah
Al-Khulu ini dengan pernyataannya, bahwasanya Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan
isterinya dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini dilarang,
kecuali jika keduanya atau salah satunya merasa khawatir tidak dapat
melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya
ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi karena jeleknya akhlak
atau bentuk fisiknya. Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-Khulu
(gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri membenci akhlak suaminya atau khawatir
berbuat dosa karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang suami
mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri untuk bersabar dan tidak
memilih perceraian.
·
Diharamkan Khulu’
Hal ini karena dua keadaan:
a). Dari Sisi Suami.
Apabila suami (menyengaja) menyusahkan isteri dan
memutus hubungan komunikasi dengannya, atau dengan sengaja tidak memberikan
hak-haknya dan sejenisnya agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan
jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan tebusannya dikembalikan
kepada wanita. Sedangkan status wanita itu tetap seperti asalnya jika Al-Khulu
tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman. “Janganlah kamu menyusahkan
mereka karena hendak mengambil kembali sebagian kecil dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata”
[An-Nisa : 19]
Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak memiliki
hak mengambil tebusan tersebut. Namun, bila isteri berzina lalu suami
membuatnya susah agar isteri tersebut membayar terbusan dengan Al-Khulu, maka
diperbolehkan berdasarkan ayat di atas.
b). Dari Sisi Isteri
Apabila seorang isteri meminta cerai padahal hubungan
rumah tangganya baik dan tidak terjadi perselisihan maupun pertengkaran di
antara pasangan suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i yang membenarkan
adanya Al-Khulu, maka ini dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam.
“Semua wanita yang minta cerai (gugat cerai)
kepada suaminya tanpa alasan, maka haram baginya aroma surga” [HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad,
dan dishahihkan Syaikh Al- Albani dalam kitab Irwa’ul
Ghalil, no. 2035]
·
Mustahabbah
(Sunnah)
Wanita Minta CeraiAl-Khulu). Apabila suami berlaku
mufarrith (meremehkan) hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan Al-Khulu. Demikian
menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib
pada sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak pernah melakukan
shalat (ingkar) , padahal telah diingatkan. Demikian juga seandainya sang suami
memiliki keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan keyakinan sang isteri keluar
dari Islam dan menjadikannya murtad. Maka dalam keadaan seperti itu, seorang
wanita wajib untuk meminta dari suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus
menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak patut menjadi isteri seorang
yang memiliki keyakinan dan perbuatan kufur .
4)
Cara Menjatuhkan
Khulu
Secara umum khulu dapat dilakukan dengan tiga cara:
pertama menggunakan kata khulu’, kedua menggunakan
kata cerai (thalak), dan ketiga dengan kiasan yang di sertai dengan niat.
Menurut jumhur fuqoha’, khuluk itu termasuk talak.
Seperti halnya pendapat imam maliki dan abu hanifah mempersamakan khuluk dengan
fasakh. Sedangkan imam syafi’I berpendapat bahwa khuluk termasuk fasakh. Begitu
juga pendapat dari imam ahmad dan daud, serta ibnu abbas dari kalangan sahabat.
Imam syafi’I juga meriwayatkan bahwa khuluk merupakan kata-kata sindiran
(kinayah). Jadi dengan kata kinayah tadi suami menghendaki talak, maka talak
pun terjadi, begitu pula sebaliknya jika tanpa adanya niatan maka khulukpun menjadikan
fasakh. Akan tetapi dalam qoul jadidnya dikatakan khuluk itu adalah talak.
Menurut Mahmud yunus ada perbedaan di kalangan ulama’
fiqih antara pengertian khuluk dan talak dengan ‘iwadl. Diantaranya terdapat
tigapendapat dari para madzhab yaitu Syafi’i, Hanafi dan Maliki menganggap bahwa khuluk dan talak
dengan ‘iwadl itu sebagai satu jenis talak, yaitu talak bain.
Dipertegas lagi oleh pendapatpara jumhur ulama yang menyatakan bahwa khuluk
adalah talak, yang telah menjadikannya talak bain. Karena apabila suami dapat
merujuk istrinya pada masa iddah, maka penebusannya tidak akan berfungsi lagi.
5)
Hikmah Khulu’
Mengenai hikmah khulu al Jurjawi menuturkan: Khulu
sendiri sebenarnya di benci olehsyariat seperti halnya talak. Semua akal sehat
dan perasaan sehat menolak khulu’ hanya saja
Allah Yang Maha Bijaksana memperbolehkannya untuk menolak bahaya ketika tidak
mampu menegakan hokum-hukum Allah. (Hikmah yang terkandung di dalamnya adalah
menolak bahaya yaitu apabila perpecahan antara suami istri telah memuncak dan
dikhawatirkan keduanya tidak dapat menjaga syari’at-syariat dalam kehidupan
suami istri, maka khulu dengan cara yang telah di tetapkan oleh Allah merupakan
penolakan terjadinya permusuhan dan untuk menegakan hokum-hukum Allah.
B.
FASAKH
1)
Pengertian Fasakh
Fasakh adalah rusak atau putusnya perkawinan (melalui
pengadilan yang hakikatnya hak tersebut diberikan kepada suami-istri) di
sebabkan sesuatu yang diketahui (berupa kekurangan/ cacat tertentu yang
terdapat padapasanganya) setelah akad berlangsung. Misalnnya suatu penyakit
yang munculsetelah akad yang menyebabkan
pihak lain tidak dapat merasakan arti dan hakikat sebuah perkawinan dan tidak dimungkinkan
lagi untuk dapat mencapai tujuan pernikahan itu sendiri.
Selain fasakh ada juga istilah yang hampir sama dengan
fasakh yaitu fasid. Maksud dari fasid merupakan suatu putusan pengadilan yang diwajibkan
melalui persidangan bahwa perkawinan yang telah dilangsungkan tersebut
mempunyai cacat hukum, hal itu disebabkan misalnya tidak terpenuhinya persyaratan
atau rukun nikah atau disebabkan di langgarnya ketentuan yang mengharamkan
perkawinan tersebut.
2)
Akibat Hukum
Perceraian yang diakibatkan fasakh tidak mengurangi
bilangan talak sebab fasakh bukan bagian dari talak. Jadi kalau yang telah
bercerai itu kemudian kembali melalui pernikahan yang baru setelah menyadari
dan rela dengan keadaan seperti apa adanya, talak yang dia miliki masih utuh.
Jika pemisahan itu terjadi sebelum terjadi hubugan
suami istri, maka tidak ada mahar bagi istri. Apakah pemisahan itu dari pihak
suami atau pihak istri, sebab jika fasakh itu dari pihak istri maka haknya
gugur dan jika pemisahan itu datang dari pihak suami dan hal itu di sebabkan
cacat yang di sembunyikan oleh istri terhadap suaminya maka ia tidak berhak
mendapatkan mahar.
Namun jika pemisahan dilakukan sesudah terjadi
hubungan suami istri maka ia berhak mendapatkan mahar dan pemisahan dilakukan
oleh hakim (pengadilan) Dan seorang suami tidak boleh dengan sengaja berlaku
buruk di dalam mempergauli istrinya dengan maksud agara istri menyerahkan harta
(mahar) nya.kepada suami sebagaiganti rugi atas permintaannya (ayat surat
an-Nisa 19).
3)
Yang Menyebabkan
Fasakh
Para ulama telah sepakat bahwa apabila salah satu
pihak dari suami istri mengetahui ada aib pada pihak lain sebelum akad nikah
itu diketahuinya sesudah akad tetapi ia sudah rela secara tegas atau ada tanda
yang menunjukkan kerelaannya maka ia tidak mempunyai hak lagi untuk memint fasakh
dengan alasan aib itu bagaimanapun.
Ada 8 (delapan) aib atau cacat yang membolehkan khiyar
di antaranya: Tiga berada dalam keduanya (suami- istri) yaitu: gila, penyekit
kusta dan supak. Dua terdapat dalam laki-laki yaitu: ‘unah (lemah tenaga
persetubuhannya), impoten. (surat al-baqoroh : 231) .
Tiga lagi berasal dari perempuan yaitu: tumbuh tulang
dalam lubang kemaluan yang menghalangi persetubuhan, tumbuh kemaluan dan tumbuh
daging dalam kemaluan, atau terlalu basah yang menyebabkan hilangnya kenikmatan
persetubuhan.
Ketika suami pergi, entah kemana istri tidak boleh di
fasakhkan sebelum benar-benar diketahui kemana suaminya itu pergi. Akan tetapi
menurut maliki di tangguhkan sampai 4 tahunsesudah itu difasakhkan oleh hakim
atas tuntutan istri. Sebagian ulamaberpendapat hakim boleh memasakhkan sesudah
di beri masa tenggang yang dipandang perlu oleh hakim. Paling baik di tunggu 4
tahun mengingat perhubungan di masa itu sukar dan sulit.
.
4)
Hikmah Fasakh
·
Untuk menjamin
hak dan perlindungan kepada kaum wanita sekiranya mereka teraniaya.
·
Menyedarkan kaum
suami bahawa perceraian bukan hanya dimiliki secara mutlak oleh suami saja.
·
Menunjukkan
keunggulan syari’at Allah subhanahu wata’ala yang Maha Mengetahui akan
keperluan hambaNya.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.