Friday, September 14, 2018

Cerpen : Allah Selalu Hadir Di Setiap Perjalanan Kami


Penulis : Muhammad Yusuf

Kring, Kring , kring , jam weker dikamarku berbunyi. Akupun langsung bergegas untuk bangun dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat Subuh. 

Seteleh selesai melaksanakan sholat Subuh, akupun kemudian langsung mandi, berkemas dan menyiapkan segala keperluan yang akan kubawa untuk pergi nanti.

Likha bangun jangan tidur lagi nak”, Sahut mama dari balik pintu kamarku. “Ia ma, Likha udah bangun kok”. Sudah seperti sebuah rutinitas dimana setiap kali aku memiliki rencana untuk pergi, mama adalah orang yang selalu memburu-buruku dan memastikanku untuk siap lebih awal dari siapapun.

Sehari sebelumnya aku juga sudah bilang kalau aku akan pergi bersama seorang temanku ke sebuah tempat di daerah Langkat. Mama mengizinkanku untuk pergi meskipun aku hanya pergi berdua dengan temanku Ucup. Biasanya mama tidak pernah mengizinkanku untuk pergi, terutama pergi berduaan bersama teman laki-laki. Kedua orang tuaku sangat selektif dalam menjagaku. Mungkin karena aku adalah anak satu-satunya yang mereka miliki.

Ucup adalah temanku semasa di sekolah dasar. Aku sangat mengenalnya begitu juga halnya dengan kedua orang tuaku. Kedua orang tuaku telah mengenal Ucup sejak lama sehingga mudah saja bagi mereka untuk membiarkanku pergi bersamanya.

Setelah selesai berkemas-kemas, akupun memutuskan untuk menghubungi Ucup.  Tuttt, tutttt, tuttt “haloo, Assalamualaikum Lik”. Ucup mengangkat telponku.  “ Waalaikum salam Cup, udah dimana Cup ?, aku udah siap ni tinggal berangkat aja”. “Ia Lik aku juga udah siap kok, aku otw dulu ya”. ”ok”, kabarin kalau sudah sampai di rumahku ya”. “Ia” jawan Ucup singkat sembari mengakhiri telpon dengan mengucapkan salam.

Jam masih menunjukan pukul tujuh lewat tiga puluh lima menit. Rencananya kami akan berangkat pukul delapan berarti masih ada sisa waktu dua pulu lima menit lagi dari waktu yang kami janjikan. Sembari menunggu Ucup, aku mencoba browsing di internet untuk mencari-cari informasi mengenai lokasi yang akan kami tuju. Hanya sedikit yang kutau tentang daerah yang akan kami datangi itu karena Ucup hanya bilang padaku bahwa kami akan pergi ke sebuah lokasi pertambangan minyak di daerah Langkat. 

Sebagai anak mami daerah Langkat adalah daerah yang sangat asing bagiku. Aku hanya tau bahwa kabupaten Langkat adalah salah satu kabupaten di Sumatera Utara, sementara itu mengenai tambang minyak yang diceritakan Ucup aku sama sekali belum tau dimana dan seperti apa lokasinya. 

Ucup pernah bilang bahwa Pangkalan Susu adalah sebuah kota kecil dengan potensi yang melegenda. Entah apa yang membuat kota kecil itu begitu melegenda tapi yang pasti Ucup memang sering membuatku penasaran. 

Belum lagi aku selesai dengan pencarianku tiba-tiba.  Grengggg, suara sebuah sepeda motor terdengar, dan tak lama berselang suara tersebut disusul oleh suara klakson yang jika dari ritme pemencetannya sang pengemudi seperti memberi sebuah sinyal kepada seseorang. Tit, tit, “pasti Ucup” pikirku dalam hati. “Likha, Likha” . ternyata dugaanku benar. “Likha” teriak Ucup kembali dari luar rumah. “ia” seruku sambil membukakan pintu depan. “eh maaf ya Lik, udah lama nunggu ya ?”. “belum kok jawabku datar”. “Jadi gimana ayoklah berangkat sekarang”. “ ayok”. aku dan Ucup pun memutuskan untuk segera berangkat. Sebelum berangkat kami pun tak lupa untuk berpamitan kepada kedua orang tuaku. dan setelah itu pada pukul delapan kurang kami pun berangkat.
***

Seperti biasa, diawal perjalanan kami Ucup tak lupa mengingatkanku untuk berdoa. Meskipun Ucup sering mengingatkanku, aku masih saja sering kelupaan untuk melakukannya. Ketika berpergian yang ada didalam pikiranku hanyalah tentang tempat yang akan aku datangi sehingga sering kali aku lupa untuk berdoa. Tapi syukurlah Ucup selalu mengingatku. Bagiku Ucup adalah lelaki yang baik, sangat jarang ada sesorang lelaki yang mengingatkanku untuk berdoa apalagi ketika ingin berpergian.

Pagi itu langit begitu cerah. Jalanan juga masih tidak terlalu macet sebagaimana pagi di hari-hari biasanya. Hari ini adalah hari libur, meskipun tiap hari adalah hari libur bagiku lantaran aku yang juga belum mendapatkan pekerjaan. Namun, bagi Ucup hari ini adalah hari libur. Diantara aku dan Ucup, dialah yang lebih beruntung menurutku karena baru beberapa hari ia wisudah ia sudah langsung diterima sebagai guru di salah satu sekolah swasta di kota kami.

Jalanan kota yang sepi membuat Ucup sedikit lebih dalam menarik pedal gas sepeda motornya, sesekali aku merasakan guncangan-guncangan kecil lantaran ada beberapa ruas jalan yang aspalnya sedikit bergelombang. Tak masalah bagiku, ketika Ucup memacu sepeda motornya karena aku sudah biasa jalan dengannya. Tapi hatiku masih penasaran. Aku masih penasaran dengan  tempat yang akan kami datangi ini. Karena beberapa hari sebelumnya kabar di televisi mengatakan bahwa telah terjadi ledakan dan kebakaran hebat di salah satu lokasi pertambambangan minyak milik warga desa yang menewaskan banyak orang. Aku takut Ucup membawaku kesana, karena sepanjang yang kutahu tentang Ucup. Ucup adalah orang yang paling penasaran terhadap sesuatu. 

Sepanjang perjalanan hanya suara mesin dari sepeda motor kami dan beberapa kendaraan saja yang terdengan. Aku diam tidak berkata-kata, sementara Ucup juga begitu.  Aku mencoba mencairkan suasana dengan mencoba bertanya-tanya tentang lokasi yang akan kami datangi. “Cup, pelan-pelan ya jangan ngebut”. “ia Lik”. Kali ini Ucup yang membalas dengan datar. Tak biasanya ia sedikit dingin seperti itu pikirku dalam hati, karena biasanya Ucup adalah orang yang humoris dan suka ngobrol apalagi kalau mengobrol denganku. Namun, kali ini sedikit berbeda. Jawaban tadi membuatku mengurungkan niat untuk bertanya-tanya tentang lokasi yang akan kami datangi. Tidak seperti biasanya memang, tapi mungkin saja Ucup sedang menaruh konsentrasinya penuh kejalanan sehingga tidak banyak kalimat yang ia utarakan pikirku dalam hati. Karena mengemudi bukan hanya sekedar berapa waktu yang kita butuhkan untuk bisa sampai ke suatu tujuan melaikan juga harus memerlukan konsentrasi penuh agar tidak mengalami kecelakaan. 

Tiga puluh menit kemudian kamipun akhirnya keluar dan meninggalkan kota Medan untuk selanjutnya berjalan menuju jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh. Awalnya aku tidak tau samasekali mengenai jalan-jalan yang telah kami lalui ini akan tetapi, Ucup selalu memberiku sebuah pengetahuan baru akan jalanan serta daerah-daerah yang kami lalui. Aku selalu senang ketika diperjalanan entah itu daerah mana atau jalan mana. Ucup sering kali memperkenalkannya kepadaku melalui penjelasan singkatnya seperti, ini Lik lihat tugu itu, nah tugu selamat jalan itu menandakan kita telah keluar dari kota Medan ataupun ketika beberapa bulan lalu ketika kami pergi ke gunung Sinabung, ia juga memperkenalkan sebuah rute baru yang sama sekali belum pernah aku lewati yaitu sebuah jalan potong dengan panorama alam yang sangat indah.
Aku sangat senang bisa pergi jalan-jalan bersama Ucup karena bagiku ia bukan hanya teman jalan-jalanku tapi juga sekaligus guru wisataku. Ucup selalu teliti dan memperhatikan setiap sudut daerah yang kami lalui, ia juga mengetahui banyak tempat, sejarahnya dan masih banyak lagi hal yang lainnya. Tidak sepertiku yang hanya terfokus kejalanan bahkan tak jarang aku juga sering ketiduran.
***

Sekeluarnya kami dari kota Medan lalulintas menjadi sedikit padat. Kali ini, lalulintas dipadati oleh bus-bus antar kota antar provinsi, sepeda motor, mobil pribadi, minibus serta truk-truk besar pengangkut barang. Jalanan yang mulus membuat Ucup memacu sepeda motor yang kami naiki menjadi lebih kencang dari sebelumnya. 

“Lik kita enaknya dari mana ya..?”, tiba-tiba Ucup bertanya kepadaku. Aku sontak terkejut dan balas bertanya, “loh kok Tanya aku sih Cup..?, kan kau yang tau rutenya”. “Ia sih Lik, aku tau, aku cuman pengen nanya kira-kira kita enaknya lewat mana, lewat kota Binjai atau langsung aja memotong dari jalur alternatif”. Timpal Ucup kembali. “Terserah sih Cup, pokonya yang bisa buat kita cepat sampai ajalah”. Aku pasrah, tapi Ucup kembali bertanya. “Kau tau ngak Lik, kalau jalan dari kota Binjai..?”. “Gimana ya Cup, pernah sih aku ke Binjai pas kuliah dulu, tapi itulah perginya bareng-bareng dan kami naik kereta api jadi aku gak tau jalannya”. “Owh gitu ya, yudalah kalau gitu kita lewat jalan alternatif aja”. 

Ketika kulih dulu, aku sudah pernah ke Binjai. Aku dan teman-teman kampusku pergi menaiki sebuah kereta api jurusan Medan Binjai dari Stasiun Besar Medan. Waktu itu aku bersama dengan teman-temanku pergi ke Binjai hanya karena untuk menonton di bioskop. Meskipun di Medan juga ada biskop dan jumlahnya pun sangat banyak. Aku dan teman-temanku memilih untuk menonton di salah satu Mall dikota Binjai, hal ini dikarenakan harga tiketnya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan bioskop-bioskop yang ada di Medan. Selain itu ongkosya juga tidak terlalu mahal. Dengan uang sepuluh ribu saja kita sudah bisa pulang pergi menaiki kereta api kelas eksekutif jurusan Medan-Binjai.
***
Akhirnya Ucup pun memacu kendaraan yang kami naiki memasuki jalan alternatif. “ini Lik jalan alternatif yang aku bilang tadi, kalau dari sini, kita langsung bisa ke Stabat, gak melalui kota Binjai lagi, jadi bisa lebih cepatlah kita sampainya”, papar Ucup. 

Di Jalan alterntif tersebut, lalu lintas tidak padat lantaran jalan alternatif tersebut jauh dari pemukiman penduduk serta tempat-tempat lainnya. Pada sisi kanan dan kiri jalan tersebut hanya terpapar persawahan serta kebun-kebun sawit milik masyarakat. Jalanan yang mulus serta bebas hambatan membuat perjalanan dari jalur alternatif menjadi lebih singkat. Dan tidak terasa kamipun telah sampai di penghujung jalan alternatif dan kembali memasuki jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh menuju kota Stabat. 

Kalian jangan heran kenapa kami kembali memasuki jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh. Kami kembali memasuki jalan tersebut bukan karena sedang kembali pada titik awal seperti diawal cerita, melainkan sebaliknya yaitu melanjutkan perjalanan. Karena jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh adalah jalan lintas Sumatera yang menghubungkan kota Medan, Binjai, Stabat, Tanjungpura, Gebang, Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu, Besitang, dan kota-kota lainnya hingga Banda Aceh, dengan panjang jalan  kurang lebih lima ratus kilo meter. 

Jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh memang tidak sepanjang jalan Trans Sumatera Medan menuju Lampung. Akan tetapi jalan Trans Sumatera Medan Banda Aceh dikenal sebagai jalan yang paling mulus ketimbang jalan lintas lainnya yang ada di pulau Sumatera.

Jalanan yang mulus membuat Ucup membawa sepeda motor yang kami naiki menjadi lebih kencang dari yang sebelum-sebelumnya, aku lihat pada sepedometer kecepatan kami sudah pada angka seratus kilometer per jam. Kecepatan seperti itu justru terlihat tidak kencang lantaran kendaraan-kendaraan yang beriringan bersama kami kecepatannyapun rata-rata hampir segitu. 

Lalulintas ramai namun tetap lancar. Mobil pribadi serta bus-bus antar provinsi juga turut serta beriringan bersama kami. Sesekali ada mobil yang mendahului kami. dalam hati aku berfikir bahwa entah seberapa lagi kecepatan yang mereka gunakan, lari seratus kilometer per jam saja masih bisa di dahului, berarti rata-rata kecepatan mobil-mobil yang mendahului kami berkisar diatas seratus kilometer per jam. 

Tak mau kalah bus-bus antar provinsi jurusan Medan Banda Aceh pun terlihat bringas, memotong setiap kendaraan yang dianggapnya lebih lambat. Aku sedikit takut ketika secara tiba-tiba sebuah bus mendahului kami namun caranya lebih mirip dengan menggunting, ia menyusul kami lalu tidak lama berselang setelah itu ia memasuki lajur kami dan tepat berada di depan kami. Bagian belakang dari bus itu hampir saja menyenggol bagian depan sepeda motor kami, beruntung Ucup langsung sigap menarik tuas rem tanggan sehingga sepeda motor kami sedikit melambat. 

Aku tidak bisa membayangkan bagaima nasib kami berdua jikalau kami sampai menabrak bagian belakang dari bus tersebut. Jika saja Ucup tidak sigap menarik tuas rem maka kami akan menabrak bagian belakang bus tersebut dan akhirnya terjatuh ke aspal. Serta yang tak kalah menyeramkannya lagi adalah ketika kami terjatuh, maka kami akan langsung digilas oleh sebuah truk pengangkut kayu yang sedari tadi berada persis dibelakang kami. 

Sungguh kondisi yang sangat mengerikan jika dibayangkan. Untung saja Allah senantiasa melindungi kami, batinku dalam hati.

“Pelan-pelan ya cup”seruku untuk mengingatkan Ucup agar selalu berhati-hati, 

“ia Lik, maaf ya  hampir aja tadi kita nabrak”.

“Ia Cup tapikan bukan salah kita juga, busnya nya tadi yang mau mepet kita”.

“Ia Lik, pokoknya harus tetep sambil berdoa ya agar kita selamat sampai di tujuan”. Ucup mencoba menenangkanku, dan sepertinya Ucup juga telah berhasil mengusir rasa ketakutanku pasca kejadian tadi. 

Dengan berdoa aku percaya bahwa Allah akan melindungi dan senantiasa hadir disetiap perjalanan kami batinku dalam hati.

“ Ia Cup, tapi tetep hati-hati juga ya”.
“Ia Lik. Jawab Ucup.

Sepanjang perjalanan lantunan takbir tak henti-hentinya aku ucapkan dari dalam hati, panasnya hari saat itu membuat bibirku terasa kering dan kelu. 

“Cup kira-kira masih jauh lagi ya tempatnya?” aku bertanya pada Ucup.
“Ia Lik, emang kenapa?, kau lelah ya ? atau kita istirahat dulu gimana..?”
“Ia Cup, kita istirahat dululah ya, soalnyakan panas kali ini harinya”.

“Yudah kalau gitu Lik, entar kita istirahatnya sekalian sholat Zuhur aja ya, kan udah mau Zuhur juga ni. Nanti kita istirahat di Kota Tanjungpura aja, soalnya disana ada masjid yang pastinya kau belum pernahlah kesana, pasti kau suka lah Lik”. 

“Emang jauh lagi ya Cup ?”, tanyaku kembali kepada Ucup. Enggak kok paling ada tiga puluh menit lagi, begitu kita keluar dari kota Setabat kita akan segera sampai disana”.

Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan, beberapa menit kemudian kamipun telah sampai di kota Setabat. Stabat adalah salah satu kota kecil yang terletak di kabupaten Langkat, sehingga tak perlu waktu lama bagi kami untuk terus berjalan meninggalkan kota tersebut dan menuju kota selanjutnya yaitu Tanjungpura.

Jam menunjukan hampir pukul dua belas siang, matahari bertambah terik dan suhu di jalan terasa semakin panas dikarenakan jalanan merupakan tempat terbuka yang jauh dari perlindungan apapun sehingga sinar matahari begitu leluasa menyinarinya. 

Aku menjadi tambah lemas mengingat hari ini aku juga sedang berpuasa. Bukan puasa sunah melainkan ini adalah puasa ganti dari bulan puasa tahun lalu yang belum aku bayar hingga saat ini. 

Sebenarnya aku juga tidak terlalu memaksakan diri untuk berpuasa lantaran aku dan Ucup akan pergi hari ini. Namun, mau bagaimana lagi puasa gantiku masih ada beberapa hari lagi yang harus aku bayar sementara bulan Ramadan tahun ini juga sudah mulai dekat. Jika tidak berpuasa hari ini aku takut tidak bisa membayar puasa gantiku tahun lalu. 

Awalnya aku juga berfikir bahwa tak masalah meskipun aku sedang berpuasa. Aku tetap pergi bersama Ucup lantaran aku kan hanya duduk di boncengan jadi tidak perlu mengeluarkan tenaga ekstra. Sampai akhirnya aku menyadari bahwa dugaanku ternyata salah, duduk diboncengan saja pun juga dapat membuatku lemas dan kehausan.

Perjalanan masih terus berlanjut, kendaraan lain juga lumayan ramai berlalu lalang dengan kecepatan yang juga lumayan kencang. Aku lihat Ucup masih saja fokus kejalanan. Dalam hati aku berfikir sepertinya Ucup juga mulai kelelahan. Siapa yang tidak lelah jika berkendara berjam-jam diatas kenderaan dengan cuaca panas seperti ini. 

Aku ingin sekali berbincang-bincang dengan Ucup sembari mengusir rasa lelahnya dan membuat perjalanan menjadi tidak terasa. Namun, bibirku telah sepenuhnya kering hingga tak mampu berkata-kata. Lantunan zikir senantiasa masih aku ucapkan meskipun hanya dalam hati dengan harapan agar Allah akan selalu bersama kami, melindungi kami hingga selamat sampai di tujuan.

Pada sisi kanan jalan, lalu lintas lumayan lengah. hanya sesekali terlihat mobil mini bus, sepeda motor serta mobil-mobil pengangkut gas alam yang lewat. Kondisi tersebut membuat kendaraan-kendaraan lain dari arah yang kami lalui senantiasa saling salip menyalip. 

Jika dilihat memang sangat memungkinkan dimana jalan yang mulus serta lengah pada sisi kanan membuat pengendara lainnya lebih leluasa untuk menyalip kendaraan yang berada di depannya. 

Kamipun tidak mau ketinggalan kami turut menyalip kendaraan-kendaraan yang berada di depan kami terutama kendaraan-kendaraan besar yang jalannya pelan seperti truk-truk pengangkut barang.
Sisi kanan masih terlihat lengah, namun kali ini tidak memungkinkan untuk mendahului lantaran kondisi jalan yang tidak memungkinkan karena ada beberapa tikungan ganda. 

Sebuah truk besar berjalan lamban di depan kami. “Besar kali truknya ya Cup”, “ ia Lik”. Truk tersebut memiliki panjang kurang lebih dua belas meter dengan memuat dua buah peti kemas sekaligus di gandengannya. 

Kali ini ucup berusaha untuk menyalipnya, namun beberapa  kali usaha ucup gagal lantaran kondisi jalan yang tidak memungkinkan. Dalam hati aku berdoa agar Allah selalu melindungi kami agar selamat sampai di tujuan.

Ucup masih terus berusaha menyusul truk tersebut, kali ini adalah usahanya yang kelima. Kulihat di spedomotor kendaraan kami, jarum sepedometer menunjukan angka enam puluh. Tidak beberapa kencang sih sebenarnya namun ketakutanku yang sesungguhnya adalah ketika Ucup ingin mendahului truk tersebut. 

Sebelum mendahului, Ucup memasang lampu sen ke kanan dengan maksud untuk memberitahu kendaraan yang berada di belakang kami bahwa kami akan mengambil lajur kanan dan memotong truk tersebut.

Nyutt badanku terasa terdorong ke belakang, tiba-tiba sepada motor yang kami naiki menjadi lebih kencang. Terang saja lantaran Ucup menarik pedal gas motornya menjadi lebih dalam dan membuat laju sepeda motor yang kami naiki menjadi lebih cepat. 

Ucup memutuskan untuk menyalip truk tersebut. Sisi kanan terlihat kosong awalnya namu ketika kami telah sampai di pertengahan badan truk tersebut tiba-tiba sebuah mobil sedan terlihat melaju kearah kami. 

Aku sangat ragu apakah Ucup bisa mendahului truk tersebut mengingat truk tersebut sangat panjang, sementara di depan juga ada sebuah mobil sedan yang sedang menuju kearah kami.

 Aku pasrah dan tak yakin jika kami dapat menyusul truk tersebut namun Ucup terus memaksakannya. Ucup menarik pedal gas lebih dalam sementara mobil sedan yang tadi sudah hampir dekat dengan kami. 

Aku bingung harus berbuat apa, aku tak berani melihatnya namun tak berani pula untuk menutup mata. Dalam hati aku terus berzikir hingga akhirnya kami bisa mendahului truk tersebut. 

Nyaris saja pikirku dalam hati sembari mencubit pahaknya Ucup. Ucupun sontak terkejut. “Cup pelan-pelan yah, ngeri loh aku ngelihatnya tadi”. “ia lik”, jawab Ucup sembari mengosok-gosok bekas cubitanku di pahak kanannya.

“Sakit ya Cup ?”, tanyaku sedikit menggodanya.  “Sakitlah” jawab Ucup sembari mendorongku kebelakang dengan bokongnya. “Rasain siapa suruh ngebut-ngebut” jawabku sembari tertawa kecil.
 “ Emang jauh lagi ya mesjidnya ?”, aku bertanya lagi pada Ucup. “engak kok Lik bentar lagi kita sampai kok”.
Ternyata Ucup benar, tak perlu waktu lama sekiranya lima menit kemudian kamipun sampai di sebuah masjid dikota Tanjungpura. Kamipun menyinggahinya untuk melaksanakan sholat Zuhur sekaligus beristirahat.

“Ini Lik masjid yang aku bilang tadi, nanti kita istirahad dulu ya disini sekalian sholat Zuhur”.

“Owh ini ya ternyata, wah bagus kali mesjidnya Cup”. Aku berdecak kagum melihat masjid tersebut, Sangat indah dengan arsitektur masa lampau serta warna kuning yang mendominasi pada setiap bagiannya. 

Jika dilihat secara kasat mata, masjid ini merupakan salah satu masjid bersejarah peninggalan kesultanan langkat. Dan untuk lebih pastinya lagi aku kembali bertanya pada Ucup. 

“Kayaknya ini masjid bersejarah ya Cup?”. 

“Ia lik bener, masjid Azizi ini adalah salah satu masjid bersejarah di Kabupaten Langkat. Kalau aku tidak salah ya, masjid ini selesai didirikan pada tahun 1902 oleh kesultanan Langkat, dan yah begitulah kira-kira lik, kalau aku sih kurang tau banyak tentang sejarahnya masjid ini”.

Suara azan pun terdengar dan membuat kami menyudahi pembicaraan. Aku dan Ucup kemudian bergegas untuk berwudhu dan untuk selanjutnya melaksanakan sholat Zuhur. 

Selesai melaksanakan sholat Zuhur kamipun berkeliling-keliling sebentar mengintari masjid tersebut untuk melihat-lihat. Pada sisi kiri masjid terdapat makam para sultan Langkat yang diantaranya adalah makam Sultan Musa, makam Sultan Abdul Azizi dan Sultan Mahmud serta makam guru ngaji para Sultan langkat yaitu Sjech Muhammad Yusuf. Selain itu terdapat juga makam dari seorang pujangga dan Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah.

Sehabis melihat-lihat serta berfoto-foto, kamipun kemudian memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan menuju kota minyak Pangkalan Susu. 

Dari Tanjungpura masih ada dua daerah lagi yang harus kami lalui yaitu Gebang dan Pangkalan Berandan. Dan tak perlu waktu lama, akhirnya sekitar satu jam setengah kemudian kamipun sampai di daerah Pangkalan Susu.

“Nah ini dia Lik Pangkalan Susu, ini sih belum sampai di kotanya tapi, di daerah inilah banyak terdapat pipa-pipa tempat-tempat penampungan minyak”

“Owh jadi kita udah sampai ya Cup, astaga jauh kali ya Cup, emang tempat-tempat minyaknya dimana cup? Di kotanya ya? Kok belum kelihatan”.

“Kalau lokasih pengeboran minyaknya sih engak di Pangkalan Susu, lokasi pengeboran minyaknya berada di seberang, jadi kalau dari kota Pangkalan Susu kita harus naik kapal lagi. Tinggal hanya tempat penampungan serta penyulingan minyaknya di alirkan ke kota ini. Nah, didepan sana kita bisa lihat pipa-pipa minyak serta tempat-tempat penyulingan minyaknya”.

Kamipun menuju tempat yang dibilang oleh Ucup tadi. Sesampainya kami disana, kami melihat pipa-pipa minyak serta tempat-tempat penampung minyak yang terlihat tidak terawat. Pada bagian lain aku melihat ada sebuat pabrik bertuliskan Asphalt Plant Pangkalan Susu.

“Cup, Cup, “ teriakku sambil menarik lengan jaketnya. “Ia Lik, ia loh ada apa ?”. Ucup balik bertanya kepadaku. “itu loh Cup, itu pabrik apa?, itu ya tempat pengolahan minyaknya?”. Ucup menoleh ke arah yang kumaksud. “Owh Asphalt Plant Pangkalan Susu itu ya, itu dulunya adalah bekas pabrik pengolahan aspal milik Pertamina yang ada di Pangkalan Susu, bukan tempat pengolahan minyaknya, kalau pengolahan minyaknya itu adanya di kota, sayanngnya kita engak boleh pulak untuk masuk kedalam, lantaran pabriknya masih aktif. Meskipun sekarang tidak dipergunakan sebagai tempat pengolahan minyak, namun sekarang pabrik tersebut digunakan sebagai tempat pengisian gas alam.

“Nah kau tau ngak Lik ?”. “ Tau apa Cup ?”, aku langsung memotong pembicaraan Ucup. “Tau gak kalau”, Ucup melanjutkan pembicaraannya kembali. “ Tau engak kalau sepanjang jalan yang kita  lewati tadi banyak mobil-mobil besar pengangkut gas alam?”. “Hmmm, tau Cup”. Sepanjang jalan yang kami lewati dari Kota Medan hingga Pangkalan Susu aku memang melihat ada beberapa mobil-mobil tangki pembawa gas berselisih dengan kami.

“Emang mobil-mobil itu dari sini ya Cup ?”, tanyaku kembali pada Ucup. “Ia Lik, mobil-mobil pengangkut gas itu dari kota ini, mereka membawa gas-gas alam dari Pangkalan Susu ke daerah-daerah lainnya untuk kemudian di distribusikan kepada masyarakat.

“Owh berarti gas-gas LPG yang digunakan oleh ibu-ibu kita dirumah semuannya berasal dari sini ya Cup ?, tanyaku kembali semakin penasaran. “Ia Lik, pokoknya gas-gas yang ada di kota kita serta kota-kota lainnya disekitar Medan kesemuanya berasal dari kota ini. 

Aku tertegun mengetahui hal tersebut, kota kecil yang tampak sederhana ini ternyata menyimpan sebuah potensi yang sangat luar biasa yaitu sebagai penghasil minyak bumi dan gas alam. 

Selanjutnya kamipun berkeliling-keliling ke kota Pangkalan Susu hingga menuju bukit kunci. Di daerah bukit kunci, tak jauh dari kota Pangkalan Susu kami melihat sebuah bukit dengan tiga buah ayunan diatasnya, penduduk setempat menyebutnya sebagai bukit KL. Dari atas bukit tersebut kami dapat melihat seluruh bagian dari Kota Pangkalan Susu, stadiun serta laut dan dermaga kapal milik Pertamina.

Sungguh indah kota kecil ini tak salah jika Ucup mengajakku kemari. Hari sudah mulai petang aku juga sebentar lagi akan berbuka puasa. Aku meminta Ucup untuk membawaku ke sebuah tempat penjual es kelapa namun ternyata Ucup malah mengajakku kerumah Ayu. 

Ayu adalah seorang gadis yang tinggal di daerah sini. Keluarganya sangat ramah dan baik dalam menyambut kami, tak salah jika Ucup sangat menyukai gadis itu. Ucup menyukai segala hal tentang Ayu. Keluarganya, kota tempat ia tinggal dan masih banyak lagi yang lainnya yang aku juga sudah lupa. Satu hal tentangku adalah aku memang orang yang mudah lupa namun satu hal yang tidak akan pernah aku lupa dari perjalanan kami hari ini adalah bahwa Allah selalu hadir di setiap perjalanan kami.


 




Tentang Penulis

Jangan heran jika banyak orang tidak mengenaliku. Kenyataannya karena memang aku bukanlah seseorang yang terkenal seperti artis ataupun pablik figure lainnya. 

Bercita-cita menjadi orang yang terkenal itu memang mudah namun menjadi terkenal dan dikenal oleh banyak orang itu adalah sesuatu yang teramat sulit. 

Namaku Muhammad Yusuf temen-temen dikampus, dirumah, ditempat kerja, sering memanggilku dengan sebutan Ucup. Aku adalah anak ke dua dari tiga orang bersaudara. Dilahirkan dari sebuah keluarga sederhana pada 04 Februari 1995.

Saat ini aku bekerja sebagai seorang guru di salah satu sekolah swata dikota Medan, tidak banyak sih yang bisa aku ceritakan pada kolom biodata ini. Namun jika ingin mengetahui banyak hal tentangku. Anda dapat melihatnya di blogg pribadiku di www.artikell-saya.blogspot.com atau bisa juga kunjungi instagram saya @ ucup_0402 atau melalui email Ucup.0402@gmail.com  ataupun WA. 082166383523.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.